Kunjungi Dedi Mulyadi, Sherly Tjoanda Dengar Kisah Kelam soal Intoleransi dan Tradisi

Kunjungi Dedi Mulyadi, Sherly Tjoanda Dengar Kisah Kelam soal Intoleransi dan Tradisi

Dedi Mulyadi curhat ke Sherly Tjoanda soal tantangan jadi Bupati Purwakarta. | Instagram.com/@s_tjo

CORONG SUKABUMI – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menerima kunjungan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, di kediamannya di Lembur Pakuan, Subang, Jawa Barat, Minggu (8/6/2025).

Pertemuan yang dibalut suasana hangat ini tak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga forum berbagi pengalaman dan pembelajaran antar kepala daerah.

Dalam perbincangan yang terekam dalam unggahan YouTube KDM Channel pada Senin (9/6/2025), Dedi menceritakan kembali sejumlah pengalaman pahit yang dialaminya semasa menjabat sebagai Bupati Purwakarta.

Salah satunya adalah konflik dengan kelompok intoleran yang sempat memprotes gaya kepemimpinannya.

Baca Juga :  Heboh! Lisa Mariana Siap Tes DNA Buktikan Anak dari Ridwan Kamil

“Saya pernah pakai iket (ikat kepala Sunda), dibilang musyrik, kafir, didemo. Waktu itu saya belum kuasai media sosial,” ujar Dedi sembari mengenang masa-masa penuh tekanan akibat perbedaan pandangan budaya dan agama.

Di hadapan Sherly yang hadir bersama dua kolega dan putrinya, Dedi juga menyoroti hilangnya sebagian tradisi masyarakat Jawa Barat. Ia menyayangkan generasi kini yang dinilai menjauhi nilai-nilai budaya leluhur.

“Problem orang Jabar itu mereka lama meninggalkan tradisi. Sekarang saya ajak lagi, karena tradisi itu bukan ketertinggalan, tapi kemajuan,” tegasnya.

Baca Juga :  Tinjau Siswa di Barak TNI, Meutya Hafid: Ini Bentuk Nyata Pendidikan Karakter

Sementara itu, Sherly menyampaikan tujuannya berkunjung adalah untuk memperdalam pemahaman tentang birokrasi pemerintahan, terutama dalam perbandingan peran antara bupati dan gubernur.

“Beda jadi bupati sama gubernur apa? Gampang mana?” tanyanya kepada Dedi.

Dengan nada bercanda namun penuh makna, Dedi menjawab, “Beda uang. Dulu sedikit, sekarang banyak. Gampang jadi gubernur, pusing jadi bupati. Jadi bupati anggarannya kecil.”

Tak hanya soal anggaran dan birokrasi, pertemuan ini juga menjadi refleksi mendalam tentang kepemimpinan, nilai budaya, hingga tantangan menjaga kerukunan di tengah keberagaman.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!