CORONG SUKABUMI – Selain polemik pengangkatannya, gaji Ifan Seventeen sebagai Direktur Utama Produksi Film Negara (PFN) turut menjadi perhatian publik.
Sebagai pimpinan badan usaha milik negara (BUMN), remunerasi yang diterimanya bersumber dari anggaran perusahaan yang dikelola berdasarkan ketentuan negara.
Berdasarkan informasi dari laman Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) PFN, sistem penggajian direksi dan dewan komisaris ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Proses ini mengikuti ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia BUMN.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam penetapan gaji direksi antara lain skala usaha, tingkat inflasi, kompleksitas bisnis, kondisi keuangan perusahaan, serta efektivitas manajemen risiko.
Berdasarkan Laporan Keuangan PFN tahun 2023, perusahaan ini memiliki liabilitas tidak lancar berupa utang gaji direksi sebesar Rp2,01 miliar.
Pada tahun tersebut, PFN hanya memiliki dua direksi, yaitu Direktur Utama Dwi Heriyanto Budisusetio dan Direktur Produksi Sutijati Eka Tjandrasari.
Jika angka tersebut dibagi rata, maka tiap direksi diperkirakan menerima gaji sekitar Rp1 miliar per tahun atau Rp84 juta per bulan. Namun, angka tersebut masih berupa perkiraan karena keputusan akhir tetap berada di tangan RUPS dan Kementerian BUMN.
Selain gaji pokok, direksi PFN juga menerima tunjangan tetap, seperti tunjangan transportasi, komunikasi, dan perumahan, yang disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan.
Sorotan terhadap gaji Ifan Seventeen muncul karena kondisi PFN yang sebelumnya mengalami kesulitan finansial.
Banyak pihak mempertanyakan apakah ia mampu membawa perusahaan ini bangkit dan kembali berkontribusi bagi industri perfilman nasional.
Menanggapi hal tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa pemilihan Ifan Seventeen sebagai Dirut PFN bukan hanya karena popularitasnya, tetapi juga karena potensinya di industri kreatif.
“Kita membutuhkan sosok yang bisa membawa PFN lebih dikenal dan berkontribusi bagi perfilman nasional. Dengan latar belakang Ifan, kami melihat ada potensi besar dalam dirinya,” ujar Erick.
Namun, publik masih menanti langkah konkret Ifan dalam membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin PFN.
Keberhasilannya akan menjadi tolok ukur apakah keputusannya sebagai Dirut tepat atau justru semakin memperburuk kondisi PFN yang sebelumnya terpuruk.***