JUBIRTVNEWS.COM – Kasus meninggalnya Raya (3), balita asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing gelang (Ascaris lumbricoides), membuat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengambil langkah tegas. Dedi Mulyadi memberikan sanksi penundaan pencairan dana desa untuk Desa Cianaga.
“Saya memutuskan terhadap desa itu memberikan hukuman, saya tunda bantuan desanya karena desanya tidak mampu mengurus warganya,” tegas Dedi saat berpidato dalam Rapat Paripurna DPRD Jabar memperingati Hari Jadi ke-80 Jawa Barat, Selasa (19/8/2025).
Menurut Dedi, kasus yang menimpa Raya menunjukkan kelalaian perangkat desa hingga tingkat RT. Ia menilai birokrasi terlalu sibuk mengurus anggaran dan lupa terhadap rasa kemanusiaan.
“Hari ini kita punya derita. Seorang anak bernama Raya, berumur 3 tahun, ibunya ODGJ, bapaknya TBC, tiap hari hidup di kolong (rumah). Dia meninggal di rumah sakit dalam keadaan seluruh cacing keluar dari mulut dan hidungnya. Betapa kita gagap dan lalai,” ucapnya dengan nada prihatin.
“Perangkat birokrasi yang tersusun sampai tingkat RT ternyata tidak bisa membangun empati,” lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, Kisah Raya, warga Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat sempat viral di media sosial setelah akun filantropi Rumah Teduh @rumah_teduh_sahabat_iin membagikan video kondisi balita tersebut pada Agustus 2025. Dalam video tersebut terlihat tubuh Raya dipenuhi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) sebelum meninggal dunia.
Rekaman medis menunjukkan parasit telah menyebar di tubuh balita hingga melemahkan kondisinya.
“Setiap membayangkan, seumur hidupnya yang hanya empat tahun itu, tubuhnya digerogoti cacing dalam tubuhnya. Menyerap oksigen dan nutrisi yg sudah pas-pasan di tubuhnya. Remuk rasanya hati ini. Semoga Allah ampuni negeri ini, para pemimpin negeri ini, dan mengampuni kami saudara seimannya yg sangat terlambat membantunya,” tulis akun tersebut.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam video yang ia unggah di akun Instagram pribadinya pada Selasa (19/8/2025) menyampaikan rasa prihatin dan penyesalannya.
Dedi menjelaskan sudah berkomunikasi dengan dokter yang menangani Raya. Penyakit cacingan yang dialami balita ini diduga akibat lingkungan yang tidak sehat. Ibunya mengalami gangguan kejiwaan, sementara ayahnya menderita TBC.
Tim dokter RSUD R Syamsudin SH, Kota Sukabumi, menjelaskan sebelum meninggal pada 22 Juli 2025, tubuh Raya dipenuhi cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Balita pertama kali dibawa ke rumah sakit pada 13 Juli 2025 pukul 20.00 WIB dalam kondisi tidak sadarkan diri.
“Dugaan awal penyebab tidak sadarnya karena meningitis TB, komplikasi dari TB paru. Tapi setelah diobservasi sekian lama di IGD, dari hidung pasien keluar cacing gelang dewasa. Sejak itu, kita menduga berarti kemungkinan tidak sadarnya ada dua, antara ada faktor resiko tertular dari TBC nya, ada juga faktor karena infeksi cacingnya,” jelas dr Irfan Nugraha, Ketua Tim Penanganan RSUD R Syamsudin SH.
Kondisi Raya terus memburuk sejak awal perawatan. Ia sempat dirawat intensif di ruang PICU setelah konsultasi dengan dokter spesialis anak. Cacing gelang yang bersarang di tubuhnya kemungkinan sudah lama berkembang.
“Infeksi bisa terjadi ketika telur cacing tertelan, baik melalui makanan, minuman, maupun tangan yang kotor. Telur akan menetas di usus, lalu berkembang jadi larva yang bisa menyebar lewat aliran darah ke organ-organ, bahkan otak. Itu sebabnya pasien bisa tidak sadar,” ujar Irfan.
“Untuk kondisi Raya itu cacingnya sudah besar-besar, ini mestinya ketahuan sebelumnya dan sempat dibawa untuk berobat. Untuk tipe cacingnya sendiri itu cacing gelang dan habitatnya di tanah,” tambahnya.
Irfan memastikan sarang cacing berada di usus pasien, meski cacing juga bisa muncul melalui saluran pernapasan akibat kondisi pasien yang tidak sadar.
“Sudah dipastikan sarang utamanya ada di usus. Tapi di lain sisi, yang sering kita temukan di paru makanya kenapa cacing bisa keluar lewat saluran nafas kita,” tuturnya.
Kasus parah seperti Raya sangat jarang hingga berujung kematian, terutama karena balita juga diduga mengalami komplikasi TB meningitis.
“Jadi kemungkinan penyebabnya kombinasi antara infeksi cacing dan TB,” ujar Irfan.
Sayangnya, upaya medis tak mampu menyelamatkan Raya. Kondisi yang kritis sejak awal membuat obat cacing kurang efektif.
“Raya dibawa ke rumah sakit dalam kondisi terminal. Kalau penilaian saya pribadi sudah amat sangat terlambat dibawa ke rumah sakit. Obat yang kita berikan tidak bisa seefektif itu. Pada akhirnya, Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB,” kata Irfan.
Kendala Administratif Keluarga
Selain aspek medis, keluarga juga menghadapi kendala administratif. Raya tidak memiliki identitas kependudukan seperti kartu keluarga, sehingga BPJS tidak bisa digunakan. Biaya pengobatan akhirnya ditanggung langsung oleh Rumah Teduh.
Pelaksana tugas (Plt) Camat Kabandungan, Budi Andriana, mengurai simpul administrasi yang terlambat. Informasi pertama diterima pada 15 Juli 2025 dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), dua hari setelah Raya masuk rumah sakit. Baru pada 21 Juli dilakukan perekaman data, dan sehari kemudian kartu keluarga resmi terbit.
“Waktu itu kami berupaya untuk mengurus BPJS KIS, namun sorenya kami mendapat kabar Raya meninggal,” ujar Budi.
Budi menegaskan pemerintah hadir di rumah duka dan keluarga Raya bukan tidak diperhatikan, namun menghadapi kendala pola asuh akibat keterbatasan mental orang tua.
“Ayahnya kadang normal, kadang terganggu. Kakak Raya juga pernah kedapatan memakan talas mentah. Pola asuh ini memengaruhi,” ungkapnya.

