JUBIRTVNEWS.COM – Kebijakan pemasangan portal parkir oleh PT Sagara Inovasi Sukabumi (SIS) di kawasan kuliner Eks Terminal Sudirman dinilai mengancam keberlangsungan para UMKM yang selama ini menggantungkan hidupnya di sana.
Minimnya sosialisasi dan perubahan sistem secara sepihak, dinilai bisa berdampak besar terhadap omzet dan kelangsungan usaha mikro di pusat jajanan rakyat tersebut.
Dalam dua hari terakhir, portal otomatis terpasang di satu sisi area saja, yakni pintu masuk bagian timur atau Jalan Sudirman. Sistem parkir semi tertutup yang diberlakukan membuat akses kendaraan, terutama roda dua, menjadi terbatas dan menumpuk di satu wilayah saja.
Sementara itu, kendaraan roda empat direncanakan tidak lagi diizinkan parkir di area dalam, sesuai dengan surat edaran pengelola nomor 015/SP/SIS/III/2025 tertanggal 11 April 2025.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran serius di kalangan pedagang. Mereka menilai, alih-alih menciptakan keteraturan, sistem parkir tersebut justru dapat menurunkan minat pengunjung.
“Ini bisa jadi awal dari menurunnya penghasilan kami. Kalau akses dibatasi dan pengunjung malas datang karena ribet parkir, kami yang pertama kena dampaknya,” ungkap Jibah, pedagang kuliner yang telah lima tahun berjualan di kawasan tersebut.
Ia menyebutkan, kebijakan ini sangat tidak berpihak pada pedagang kecil. Apalagi selama ini kawasan kuliner Sudirman dikenal sebagai tempat yang ramah dan mudah diakses masyarakat dari berbagai kalangan.
“Kami sangat menolak. Apa-apaan area kuliner rakyat harus memakai sistem parkir seperti di mal-mal besar atau rumah sakit, ini bukan tempat elite, tapi pusat UMKM. Pengelola seperti tidak memahami itu,” ujar Jibah salah seorang pedagang yang ditemui di area kuliner.
Pedagang lain bahkan menyebut, sistem portal dapat mematikan blok tertentu akibat ketidakseimbangan arus kendaraan. Mereka khawatir blok barat akan sepi karena kendaraan diarahkan masuk dari sisi timur saja.
“Kalau sudah sepi, siapa yang mau bertanggung jawab? Kami menyewa lapak, beli bahan tiap hari. Kalau pengunjung turun, jelas usaha kami terancam,” ujar seorang pedagang yang meminta namanya dirahasiakan.
Ia juga heran dengan penutupan akses kendaraan di area kuliner bagian bawah atau selatan. Sebab, oleh pengelolaan sebelumnya, akses di sana justru untuk pintu keluar semua kendaraan. “Ini kalau ditutup saya yakin yang komplainnya bukan hanya kita pedagang. Orang-orang Perbata juga. Sebab kalau pagi hari, kuliner di sini jadi (akses) jalan juga buat mereka,” katanya.
Keluhan juga muncul terkait rencana pembatasan mobil pengunjung dan pelarangan loading barang di area dalam. Pedagang merasa dipersulit dalam kegiatan operasional harian, seperti bongkar muat barang dagangan.
“Kami bukan pengusaha besar, semua dilakukan sendiri. Kalau jarak loading jauh, tenaga dan waktu habis. Ini jelas menyulitkan dan tidak bijak,” ucap salah satu pedagang lainnya.
Ia juga tak habis pikir dalam edaran tersebut. Di mana, ke depan tak akan ada lagi mobil pengunjung yang bisa masuk area kuliner. Pengelola, dituding tak mau belajar dari pengelola sebelumnya. Di mana, akses parkir mobil dulu ditutup apabila pengunjung membludak.
“Kemarin waktu oleh Pass (pengelola sebelumnya) diatur jam nya. Kalau masih siang ke sore pengunjung tidak terlalu banyak, mobil masih bisa diberi masuk. Sebab mereka sadar, mobil pengunjung kalau diparkir terlalu banyak di luar pasti menimbulkan kemacetan, ” terangnya.
Selain soal akses, tarif abodemen untuk perdagangan senilai Rp80 ribu per kendaraan juga dinilai tidak masuk akal dan berpotensi melanggar Perda Kota Sukabumi Nomor 04 Tahun 2023, yang mengatur tarif parkir motor sebesar Rp2.000 per kendaraan.
“Seharusnya abodemen itu lebih murah, bukan lebih mahal. Kalau hitungannya seperti ini, kami merasa dipalak, bukan dilayani,” tegas seorang pedagang yang mengeluhkan beban biaya yang makin memberatkan.
Ironisnya, upaya media untuk mengonfirmasi pihak manajemen PT SIS via telepon dan media sosial tidak membuahkan hasil. Kantor mereka tampak sepi, sementara kru parkir di lokasi menyebut pengelola saat ini seperti kucing-kucingan.
“Kalau mau cari Pak Ateng (sapaan pengelola), biasanya malam datang. Itu juga tidak tentu. Gaji kami saja belum jelas kapan dibayar,” celetuk pria yang memilih berlalu saat dicercar lebih dalam stemennya yang kecewa soal gaji.

