CORONG SUKABUMI — Meningkatnya kekerasan digital yang menyasar anak-anak di Indonesia mendorong pemerintah untuk memperkuat regulasi serta menciptakan ruang digital yang aman, termasuk melalui pengawasan terhadap industri game.
Hal ini disampaikan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid saat mengunjungi Agata Game Course di kawasan Summarecon Bandung, Jawa Barat.
Meutya menegaskan, regulasi kini makin diperketat guna memastikan anak-anak terlindungi dari paparan konten yang tidak layak, seperti kekerasan dan perundungan digital.
Dalam kesempatan tersebut, Meutya juga menyoroti meningkatnya partisipasi perempuan dalam industri game, baik sebagai pengembang maupun pemimpin. Menurut data yang ia sampaikan, saat ini sekitar 21 persen pemimpin di industri game merupakan perempuan.
“Kita punya potensi untuk memberi afirmasi kepada perempuan yang berkecimpung di sektor ini,” ujar Meutya kepada awak media.
Ia menilai, peran perempuan penting dalam menghadirkan perspektif berbeda dalam pembuatan konten game, yang lebih sensitif terhadap isu-isu pendidikan dan perlindungan anak.
“Dengan makin banyaknya perempuan, kami berharap game-game kita bisa lebih sensitif terhadap konten yang tidak mendidik,” jelasnya.
Sebagai bentuk komitmen pemerintah, Menkomdigi menyebutkan adanya Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, yang dikenal sebagai PP Tunas. Regulasi ini mengatur semua penyelenggara sistem elektronik, termasuk pengembang game.
“Jangan sampai game justru menjadi hal yang mencederai anak-anak kita,” tegas Meutya.
Ia juga mengimbau para pengembang untuk memperhatikan dampak psikologis dari game yang mereka buat. Meutya menekankan bahwa game bukan semata hiburan, namun juga sarana edukatif yang harus melindungi anak dari risiko perundungan dan kekerasan digital.***