CORONGSUKABUMI.com – Pesisir Pantai Citepus, yang terletak di Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, kembali menjadi sorotan publik setelah munculnya 10 bangunan semi-permanen yang diduga difungsikan sebagai fasilitas glamping (glamorous camping). Pembangunan yang diduga melibatkan warga negara asing (WNA) asal Korea ini langsung menuai protes keras dari warga dan perangkat desa. Mereka menilai bahwa pembangunan tersebut dilakukan tanpa izin resmi dan tanpa koordinasi dengan pihak desa, serta berpotensi mengancam akses publik ke kawasan pantai.
Fasilitas glamping berupa tenda-tenda kubus berwarna putih yang terpasang di atas panggung kayu itu berdiri tepat di bibir pantai, di lokasi yang selama ini digunakan oleh masyarakat setempat sebagai jalur untuk berolahraga, seperti jogging track. Keberadaan bangunan ini memicu kekhawatiran, terutama setelah muncul rencana untuk memagari area pantai tersebut, yang berpotensi membatasi akses warga setempat ke pantai yang selama ini menjadi hak publik.
Kepala Desa Citepus: ‘Kami Kecolongan’
Kepala Desa Citepus, Koswara, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pembangunan ini. Menurutnya, pihak desa tidak mendapat informasi atau koordinasi apapun mengenai rencana pembangunan atau izin usaha yang diberikan kepada pengelola glamping tersebut.
“Tidak ada (koordinasi), makanya dari itu kami merasa kecolongan, tidak ada kordinasi kaitan rencana pembangunan dan segala macam. Ini awalnya ada laporan dari masyarakat bahwa pantai ini dipagar dan juga dijadikan apa gitu, yang jelas untuk ini pantai ini dipagar untuk dijadikan bisnis,” ujar Koswara pada Senin (8/12).
Koswara juga mengungkapkan bahwa pembangunan tersebut telah berlangsung selama kurang lebih satu bulan, dan beberapa struktur baru bahkan ditambahkan dalam beberapa hari terakhir.
Protes Warga: Akses Publik Terancam Terbatas
Salah seorang warga setempat, Suryadi (37), mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pengelola glamping yang dianggap bertindak seolah-olah tanah pantai tersebut adalah milik pribadi. “Mereka bertindak seperti itu, bikin fasilitas tanpa koordinasi sama sekali dengan kami, warga, maupun pemerintah desa,” ujarnya.
“Karna seolah-olah mereka itu melihat milik tanah pribadi, contohnya seperti ini bikin seenaknya tanpa ada kordinasi sama kepala desa, warga masyarakat engga ada,” tutur Suryadi.
Yang lebih meresahkan, menurut Suryadi, adalah rencana pemagaran area pantai. Sejumlah karyawan dan pengelola fasilitas glamping diketahui telah melarang warga untuk melintas di depan tenda-tenda tersebut, yang selama ini merupakan jalur jogging track yang sering digunakan oleh warga setempat.
“Oh jadi ini rencananya akan dipagar? Iya mau dipagar, padahal ini jogging track, seakan-akan milik tanah dia sendiri pribadi. Adapun yang akan mau lewat harus lewat pantai atau engga lewat depan (jalan raya) soalnya yang bilang itu mereka sama ke anak-anak pengamen dan yang punya warung. Makanya saya protes juga,” tegasnya.
Tindak Lanjut: Pemerintah Desa Siapkan Laporan ke Instansi Terkait
Menyikapi masalah ini, Kepala Desa Citepus, Koswara, menyatakan bahwa pihak desa berencana untuk mengambil langkah hukum terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola glamping. Pemerintah Desa Citepus berencana untuk melaporkan masalah ini kepada instansi terkait, seperti Satpol PP, Satuan Polisi Pamong Praja, Satpol Airud, TNI Angkatan Laut, dan pihak Kecamatan untuk memastikan adanya penegakan hukum serta penertiban terhadap kegiatan yang diduga ilegal ini.
“Rencananya kami akan membuat laporan ke instansi terkait untuk adanya penanganan lebih lanjut seperti apa. Kami serahkan ke pihak-pihak terkait untuk adanya penertiban atau segala macamnya,” jelas Kades Koswara.

