Setelah Kasus Pelecehan di UI, Menkes Desak Reformasi Jam Kerja dan Hak PPDS

Menkes kritik sistem kerja PPDS usai kasus pelecehan jadi sorotan publik. | Instagram.com/bgsadikin

CORONG SUKABUMI – Jagat media sosial kembali diguncang dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Teranyar, seorang calon dokter dari Universitas Indonesia diduga merekam mahasiswi yang tengah mandi, dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Metro Jakarta Pusat.

Menanggapi viralnya kasus tersebut, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, turut angkat suara. Namun alih-alih fokus pada aspek hukum, Budi menyoroti sistem kerja yang diterapkan pada para peserta PPDS.

Ia menyebut beban kerja berlebihan yang selama ini dijalani para peserta tak seharusnya dijadikan bagian dari proses seleksi atau pendidikan.

Baca Juga :  Mau Periksa Kesehatan Gratis di Puskesmas? Ini Jadwal dan Cara Daftar Program CKG 2025!

“Saya sering mendengar para peserta didik ini disuruh melakukan pekerjaan yang tidak berkaitan langsung dengan tugas mereka,” ujar Budi dalam konferensi pers daring pada Senin, 21 April 2025.

Budi mengkritik praktik penggunaan peserta PPDS untuk tugas-tugas non-medis seperti mengantar dokumen laboratorium hingga mengambil obat pasien, bahkan mendorong tempat tidur pasien. “Mereka seperti kurir, padahal bukan itu fungsinya,” tambahnya.

Baca Juga :  Lisa Mariana Ungkap Chat dengan Pria Diduga Ridwan Kamil, Bongkar Dugaan Perselingkuhan

Lebih lanjut, Budi menegaskan komitmennya untuk memastikan kesejahteraan dan kesehatan para peserta pendidikan dokter spesialis.

Ia juga mengusulkan agar peserta PPDS diberi Surat Izin Praktik (SIP) sebagai dokter umum, agar dapat membuka praktik dan memiliki penghasilan selama menjalani pendidikan.

“Saya ingin mereka mendapatkan pendapatan dari pekerjaan mereka sebagai dokter umum, bukan hanya jadi pekerja yang tidak dihargai,” tandasnya.

Langkah tersebut diharapkan dapat memperbaiki sistem pendidikan kedokteran serta mencegah terjadinya penyimpangan yang merugikan citra profesi medis di masa mendatang.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!