CORONG SUKABUMI – Karwati (36), warga Kampung Cirumput, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, masih terbaring lemah akibat luka serius di kaki dan punggungnya usai menjadi korban insiden eskalator di Skybridge Paledang, Kota Bogor pada Kamis 10 Juli 2025.
Hingga Jumat (11/7/2025), kondisi Karwati belum membaik dan ia hanya bisa berbaring di tempat tidur karena trauma serta cedera fisik.
Insiden tersebut menyisakan kekecewaan mendalam bagi sang suami, Rizki (40), yang menyoroti tidak adanya pengawasan petugas terhadap pengguna fasilitas publik, terutama penumpang lanjut usia (lansia).
“Lansia itu terlihat berumur lebih dari 60 tahun dan naik eskalator tanpa didampingi petugas. Di situ saya heran, kenapa tidak ada yang awasi?” ujar Rizki kepada jubirtvnews.com, Jumat, (11/7/2025).
Kronologi Insiden di Skybridge Paledang
Insiden di eskalator Skybridge Paledang terjadi sekitar pukul 06.50 WIB. Saat itu, Rizki baru tiba dari Sukabumi bersama Karwati dan anak laki-lakinya yang berusia 7 tahun menggunakan KA 223A Pangrango relasi Sukabumi–Bogor.
Mereka turun di Stasiun Paledang, lalu hendak menuju Stasiun Bogor melalui skybridge dengan menggunakan eskalator.
Peristiwa bermula saat seorang lansia yang berdiri tepat di depan mereka tiba-tiba terjatuh ke belakang saat tangga berjalan naik.
“Di depan anak saya ada seorang nenek-nenek yang didampingi anak perempuannya. Belum lama naik, nenek itu tiba-tiba jatuh ke belakang dan menimpa anak serta istri saya,” ujar Rizki.
Saat kejadian, Rizki berdiri satu anak tangga di belakang istri dan anaknya, sedikit di sisi kanan. Ia berusaha menahan mereka agar tidak tertindih, namun posisi yang sulit dan bobot yang berat membuatnya ikut terjatuh.
“Anak saya ada di tengah, di antara kami dan lansia itu. Saya coba tahan mereka semua, tapi karena berat dan posisi sulit, saya pun ikut jatuh. Untungnya, saya sempat menyelamatkan anak saya agar tidak tertindih. Tapi istri saya tertimpa langsung oleh tubuh lansia itu dengan kondisi eskalator masih terus berjalan,” jelas Rizki.
Dalam kondisi panik, Rizki bergegas menarik istrinya keluar dari eskalator sambil meminta bantuan. Sejumlah penumpang lain yang berada di sekitar lokasi turut membantu mengevakuasi korban.
Mereka bersama-sama mengangkat tubuh lansia yang menindih istrinya dan memindahkan keduanya ke tempat yang lebih aman.
“Anak sempat kegencet juga jadi nangis histeris. Setelah itu eskalator berhenti. Ada penumpang yang membantu, yang pertama diangkat neneknya, terus anak digendong sama penumpang lain. Setelah itu baru saya ngangkat istri yang dalam kondisi lemas akibat tertindih,” jelasnya.
Kritik Terhadap Ketiadaan Pengawasan dan Kesiapan Fasilitas
Rizki menyayangkan keterlambatan petugas yang baru tiba setelah evakuasi dilakukan secara mandiri oleh penumpang. Ia juga menekankan bahwa sejak awal tidak terlihat petugas berjaga di area eskalator.
“Petugas baru datang setelah saya dan orang-orang lain menolong istri saya. Itu pun setelah kami bawa dia menjauh dari eskalator,” tutur Rizki.
Ia mempertanyakan minimnya perhatian terhadap keselamatan penumpang lansia dan menuntut adanya pendampingan khusus.
“Lansia itu seharusnya tidak dibiarkan sendiri. Apalagi ini fasilitas publik yang ramai,” tegasnya.
Setelah insiden, Karwati sempat mendapatkan pertolongan pertama di klinik area stasiun. Namun saat kembali ke Sukabumi, mereka harus menggunakan tangga manual karena lift tidak berfungsi.
“Jangan biarkan lansia naik eskalator bila tidak ada petugas yang siaga,” tegasnya.
Sesampainya di Sukabumi, Karwati langsung dibawa ke klinik. Karena lukanya cukup parah, ia dirujuk ke RS Bunut dan mendapat lima jahitan di bagian kaki.
“Kasihan istri saya selama perjalanan dia terus kesakitan. Sesampainya di Stasiun Sukabumi langsung saya bawa ke klinik, ternyata lukanya parah dan harus dirujuk ke Rumah Sakit Bunut. Di sana luka kaki istri saya mendapatkan lima jahitan”, tuturnya.
Rizki mendesak pengelola stasiun untuk melakukan evaluasi dan memperketat pengawasan di area fasilitas umum, terutama titik rawan seperti eskalator.
“Jangan sampai kejadian seperti ini menimpa keluarga lain. Fasilitas boleh modern, tapi harus dibarengi pengawasan manusiawi,” pungkas Rizki.
Tanggapan PT KAI: Fasilitas Normal, Proses Klaim Asuransi Disiapkan
Menanggapi kejadian tersebut, Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, menjelaskan bahwa secara teknis, eskalator dan skybridge Stasiun Paledang dalam kondisi normal dan tidak mengalami kerusakan.
“Eskalator dan skybridge dalam kondisi normal. Namun memang diduga ada penumpang lansia yang terjatuh, mungkin karena desakan atau faktor lain. Kami belum bisa pastikan penyebab pastinya,” jelas Ixfan.
Ixfan menyebut, pihak keluarga korban sempat mengajukan keluhan langsung kepada petugas dan pimpinan stasiun. Menurutnya, keputusan keluarga untuk kembali ke Sukabumi lebih awal sudah difasilitasi oleh pihak stasiun.
“Karena istri korban terluka, beliau memutuskan membatalkan perjalanannya ke Jakarta dan ingin segera kembali ke Sukabumi,” ujarnya.
KAI memfasilitasi kepulangan korban menggunakan KA 224 meski tiket mereka seharusnya untuk jadwal malam.
“Itu kebijakan dari kepala stasiun karena tiket kereta sebelumnya sudah penuh. Kami bantu pulangkan lebih cepat,” tambahnya.
Namun, permintaan Rizki untuk pengembalian dana tiket keberangkatan dan kepulangan tidak bisa dipenuhi sepenuhnya karena tiket dari Sukabumi ke Bogor sudah digunakan.
“Tapi untuk tiket malam, kami beritikad baik untuk bantu proses pembatalan,” tegas Ixfan.
KAI juga memastikan penanganan terhadap korban dilakukan sesuai prosedur, termasuk pemberian pertolongan pertama dan pembuatan laporan resmi guna proses klaim asuransi penumpang.
“Kami sudah melakukan penanganan secara profesional, dan tetap membuka ruang komunikasi untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik,” pungkasnya.***