Pernyataan Menbud Fadli Zon Soal Tragedi Mei ’98 Picu Kecaman, Komisi X Turun Tangan

DPR panggil Fadli Zon usai pernyataan kontroversial soal pemerkosaan massal 1998. | Instagram.com/@fadlizon

CORONG SUKABUMI – Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menuai kritik keras dari publik menyusul pernyataannya terkait tragedi kemanusiaan pada Mei 1998. Dalam wawancara yang beredar luas, Fadli menyebut pemerkosaan massal yang terjadi dalam kerusuhan tersebut sebagai “sebatas rumor” dan menilai tidak ada bukti konkret atas kejadian itu.

Pernyataan tersebut langsung memicu gelombang protes dari berbagai kalangan masyarakat, terutama karena dianggap meremehkan peristiwa kelam dalam sejarah bangsa yang menyangkut pelanggaran hak asasi manusia. Sejumlah pihak mendesak agar Fadli Zon segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.

Baca Juga :  Bahlil Lahadalia Tegaskan Izin Tambang PT GAG Nikel Terbit Sebelum Ia Menjabat Menteri

Menanggapi hal ini, Komisi X DPR RI menyatakan akan memanggil Fadli Zon untuk memberikan klarifikasi secara resmi. Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, menyatakan bahwa ucapan Fadli yang meragukan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) berpotensi melukai perjuangan penegakan HAM dan upaya rekonsiliasi nasional.

“Pernyataan Menteri Kebudayaan yang menyebut pemerkosaan massal hanya sebatas rumor perlu diklarifikasi secara resmi,” kata Hadrian dalam keterangan pers di Kemendikti Saintek, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Hadrian juga mengonfirmasi bahwa pihaknya akan mengagendakan rapat kerja bersama Kementerian Kebudayaan dalam Masa Sidang IV DPR RI yang dimulai pada 24 Juni 2025 mendatang.

Baca Juga :  Jelang KTT ASEAN, Prabowo dan Anwar Diskusikan Tekanan Tarif Impor dari AS

Lebih jauh, ia menekankan pentingnya klarifikasi dari seorang pejabat negara terhadap isu sensitif seperti kekerasan seksual di masa lalu. Menurutnya, pernyataan yang keliru atau tidak akurat dari pejabat publik berisiko memperlemah kredibilitas lembaga dan menyakiti korban maupun keluarga korban yang hingga kini masih menuntut keadilan.

“Kita tidak bisa mengabaikan sensitivitas permasalahan ini. Pernyataan yang meragukan hasil kerja TGPF bisa mencederai semangat kolektif bangsa dalam menegakkan HAM,” pungkasnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!