Antara Gempita dan Gangguan: Sound Horeg Jadi Sorotan Publik dan Medis

Hiburan sound horeg tuai pro-kontra, pakar THT anjurkan jarak aman 2 km. | Instagram/sound_horeg_lumajang

CORONG SUKABUMI — Fenomena sound horeg kian marak menjadi pilihan hiburan di berbagai daerah di Indonesia. Pertunjukan ini dikenal dengan penggunaan speaker berdaya besar yang menghasilkan suara menggelegar, seringkali disertai dengan efek visual mencolok, menjadikannya daya tarik tersendiri di tengah masyarakat.

Namun di balik kemeriahan tersebut, muncul keresahan dari sebagian warga yang merasa terganggu oleh tingkat kebisingan yang ekstrem. Selain mengusik ketenangan lingkungan, suara yang terlalu keras dikhawatirkan berdampak pada kesehatan pendengaran, terutama bagi mereka yang tidak secara langsung terlibat dalam pertunjukan.

Baca Juga :  Titiek Soeharto Apresiasi Surplus Beras 4 Juta Ton, Dorong Ekspor untuk Sejahterakan Petani

Menanggapi hal ini, Spesialis THT dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Fikri Mirzaputranto, menekankan pentingnya menjaga jarak dari sumber suara seperti sound horeg. Dalam program Catatan Demokrasi yang tayang di YouTube tvOneNews pada Selasa, 22 Juli 2025, Fikri menyatakan bahwa jarak adalah solusi paling sederhana namun efektif.

Baca Juga :  Bulog Serap 2 Juta Ton Beras, Cadangan Nasional Tertinggi dalam Sejarah

“Yang paling simpel adalah jarak,” tegasnya. Ia menyebutkan bahwa tingkat kebisingan yang bisa mencapai 130 desibel membutuhkan jarak aman hingga dua kilometer guna meminimalisir risiko terhadap pendengaran.

Pernyataan Fikri memperkuat urgensi diskusi publik mengenai regulasi sound horeg. Perdebatan pun mencuat antara pelaku seni, penikmat hiburan, dan masyarakat umum, yang menginginkan adanya titik temu antara pelestarian budaya dan perlindungan kenyamanan publik.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!